Jumat, 24 Oktober 2008

EMPLOYEESHIP



Bahaya, rumit, kekacauan, merupakan situasi yang terlintas dalam benak kita bila mendengar kata krisis. Krisis moneter, politik, kepemimpinan mungkin sudah biasa.
Bagaimana dengan ”KRISTIN” (Krisis baTin) atau KRISyE (Krisis Energi /motivasi) ? Kedua krisis inilah yang tanpa disadari sebagai sumber menurunnya produktivitas sebuah perusahaan. Dimana ada kesulitan disitu ada kesempatan / peluang. Dimana bila kita memiliki energi yang tinggi ketika perusahaan mengalami angin kencang atau badai, kita bukannnya menunggu atau berlindung sampai reda, melainkan membangun kincir angin untuk menghalaunya.
Lantas bagaimana mengukur dan mengarahkan energi yang kita gunakan untuk diri kita sendiri, organisasi, tim secara keseluruhan? Untuk itulah beberapa bulan yang lalu MDI(Management Development International) mengangkat topik EMPLOYEESHIP.
Bagaimana menanamkan budaya Employeeship pada perusahaan kita bekerja ?.
Berikut ringkasan yang disampaikan oleh Bp. Benny S Utama (Senior Trainer dari MDI) sebagai pembicara pada pertemuan tersebut.

Buku mengenai leadership, bagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik banyak sekali ditemui. Namun, buku bagaimana menjadi karyawan yang baik masih jarang ditemui. Hal inilah yang membuat Claus Moller, menciptakan sebuah buku dan lokakarya ”employeeship”. Inti dari Employeeship sebenarnya sama dengan ’ship’ yang lainnya : leadership, partnership, membership dan friendship. Bagaimana menjadi pemimpin, partner, anggota dan teman yang baik. Inti dari buku dan lokakarya tersebut adalah untuk semua. Manajer Puncak, manajer madya, supervisor, dan pelaksana/operator, mereka adalah semua karyawan yang baik.

Banyak manfaat yang diperoleh bila kita menjadi Employeeship. Kita akan diberikan kepercayaan untuk menerima tanggung jawab dan kebebasan dalam bertindak. Jaminan pekerjaan yang lebih baik, kesempatan peningkatan kerja dan promosi. Jadi UUD (Ujung-ujungnya Duit), semakin tinggi jabatannya akan semakin tinggi pula penghasilan kita. Tidak hanya itu, hubungan dengan atasan, rekan kerja dan bawahan akan lebih baik. Begitu pula dengan harga diri dan kepercayaan diri akan menjadi lebih tinggi. Kehidupan akan lebih bervariasi dan lebih berarti.

Dalam sepakbola tim yang sukses adalah mereka yang memiliki komitmen bersama yaitu menang meskipun mereka memilki ketrampilan dan latar belakng yang berbeda-beda. Adanya satu tujuan, komunikasi, komitmen, tanggung jawab masing-masing pemain, dengan sendirinya akan tercipta tim spirit. Mereka akan lebih percaya diri, bersemangat, memilki energi berlebih untuk satu tujuan, yaitu MENANG! Budaya Employeeship telah tertanam pada tim tersebut. Betapa luar biasanya bila perusahaan kita telah memiliki budaya Employeeship seperti tim sepakbola tersebut. Employeeship muncul jika setiap orang mengarahkan energi pribadi, tim/departemen dan organisasi untuk mencapai sasaran.

Tidak ada pemain sepakbola yang menginginkan menjadi pemain yang dijual, dibangkucadangkan, atau dipinjamkan. Mereka semua menginginkan menjadi pemain inti, ini berati mereka mapu dan mau bermain. Begitupun dengan karyawan, mereka tidak mau dimutasi atau di PHK, karyawan yang dimutasi atau diPHK berarti ia masuk pada kategori karyawan yang tidak mampu dan tidak mau melaksanakan tugas. Sedangkan karyawan yang mampu tapi tidak mau, perlu diberikan motivasi, dukungan dan tantangan. Karyawan yang tidak mampu tapi mau sebaiknya dilatih, dikembangkan dan juga didukung. Beri tanggung jawab kebebasan bertindak, dan tantangan baru diperuntukkan bagi mereka yang mampu dan mau.

Produktivitas, hubungan dan kualitas merupakan landasan sukses organisasi. Meningkatnya produktivitas maka profit yang didapat oleh perusahaanpun akan meningkat dan menjadi perusahaan yang sukses. Hubungan atasan, rekan kerja, bawahan, dan pelanggan akan semakin tercipta. Meningkatnya ekspektasi keinginan dari pelanggan dapat menciptakan produk-produk yang berkualitas tinggi.

Seringkali kita mengkambinghitamkan seorang direktur atau manajer bila perusahaan mengalami penurunan. Produktivitas, hubungan dan kualitas merupakan tanggung jawab kita bersama. Jadi menciptakan budaya Employeeship itu penting sekali yaitu dengan menciptakan komitmen bersama dengan tujuan mensukseskan perusahaan.

Tanggung jawab, loyalitas, dan inisiatif merupakan tiga elemen mendasar untuk menjadi karyawan yang baik. Terkadang kita mengabaikan hal-hal kecil yang merupakan tanggung jawab kita. Sebagai contoh menunda pekerjaan, lupa mematikan komputer, AC, membuang sampah sembarangan dan sebagainya. Apajadinya apabila kita lupa akan tanggung jawab kita ? Tentu semua akan mengalami dampaknya. Perusahaan yang berbudaya Employeeship, semua bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan perusahaan.

Seorang yang loyal tentunya akan senang jika perusahaannya sukses. Ia akan bertindak jika perusahaannya terancam, dan akan membicarakan hal-hal positif mengenai perusahaannya. Memberikan kritik membangun dan pandai menyimpan kritik. Tidak seperti yang terjadi yang bangyak terjadi, kita justru mengkritik dan menjatuhkan perusahaan. Jadi loyalitas dalam perusahaan berbasis Employeeship maksudnya adalah semua anggota perusahaan loyal terhadap tujuan, manajemen, rekan dan pelanggan (stakeholder). Sedangkan Inisiatif dalam perusahaan berbudaya Employeeship adalah semua anggota berinisiatif mengembangkan produktivitas, hubungan, dan kualitas perusahaan. Apakah kita mempunyai inisiatif untuk proaktif terhadap produktivitas, hubungan dan kualitas ? Implementasinya bagaimana dari ide menjadi tindakan, dari bicara menjadi berjalan ”walk to talk”. Niat menjadi perilaku, dari ”apa” menjadi ”siapa”, ”bagaimana” dan ”kapan”. Seringkali terabaikan adalah menyelesaikan dan menuntaskan.Segala hambatan harus dihapuskan seperti ode-ide yang cemerlang dianggap gila, diejek dan sebagainya